rss
Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites

Jumat, 25 Januari 2013

Memang Bukan Hanya di Surau...

Tak peduli apa status sosial dan di mana kau berada, Al-Qur'an akan selalu membuka dirinya untuk kau baca.


Sering memang saya mendengar lantunan Al-Qur'an di musholla FIB--kampus saya--ataupun masjid-masjid lainnya. Tapi, baru kali ini saya mendengar ada lantunan Al-Qur'an di bonbin--kebon bintang, kantin FIB--tempat orang biasanya hanya melepas lapar dan penat setelah seharian beraktifitas di kampus. Lafaz Al-Qur'an yang diucapkan oleh seorang mas penjual minuman itu tidak lancar memang, terbata-bata, tapi sanggup membuat hati saya meleleh.
Source: google.com

Di tempat bernama kantin, tempat biasanya orang hanya memikirkan perut dan uang, pemandangan seperti ini sangat langka. Terlebih lagi hal itu tidak dilakukan oleh mahasiswa yang notabene adalah intelektualis perlente. Saya pun tidak pernah terpikir untuk menyempatkan diri membaca Al-Qur'an saat saya berada di kantin. Kantin adalah tempat makan dan mengobrol, cukup. Padahal, sembari menunggu makanan diantarkan ke meja kita, terdapat waktu yang cukup untuk menghabiskan selembar-dua lembar Al-Qur'an. 
Wanna More.?

Selasa, 15 Januari 2013

#NegeriOrangPart32: 'Keindahan' Itu Bukan Karena Musim yang Salah

Keindahan itu terlalu berharga sehingga tak bisa dilihat sepanjang tahun

Jika dikorelasikan dengan waktu, saya baru menyadari artinya ‘keindahan’ saat saya menginjakkan kaki di Korea ini. Bunga yang mekar sepanjang tahun, daun-daun yang masih menghijau meskipun tak ada air, adalah ‘keindahan’ yang bisa kita lihat sepanjang tahun di bumi pertiwi ini. Namun ‘keindahan’ yang sepanjang tahun itulah yang terkadang membuat kita tidak menyadari bahwa ‘keindahan’ itu bermakna ‘keindahan’.

Di Korea—atau mungkin negeri empat musim lainnya—mungkin telah tahu bahwa mekarnya bunga sakura itu tidak sepanjang tahun, namun hanya beberapa minggu. Warna-warninya daun yang akan meranggas itu tidak laten hingga gong pergantian tahun menggema, tapi akan segera gugur segera setelah beberapa minggu terlewati. Lalu sisanya apa? Musim panas yang menggelora dan musim dingin yang menggigit.

Bukannya saya mengatakan bahwa musim panas dan musim dingin itu tidak indah, tapi ‘keindahan’ itu tidak bisa kita nikmati tanpa perlu berjibaku dengan cuaca ekstrim. Pada musim panas daun-daun menghijau, pertanian berjalan sehingga tak perlu khawatir dengan persediaan makanan. Tapi, Anda pun harus menghadapi cuaca panas yang terik dan lembab. Maka saya tak heran jika ada istilah 불쾌지수 (bulkwaejisu) pada saat musim panas, yang berarti musim panas adalah musim di mana emosi orang mudah tersulut. Cuaca yang panas ditambah keringat yang terus mengalir, jika Anda tidak berhati-hati dan menabrak orang di jalan, bisa saja Anda jadi sasaran kemarahannya. Cuaca yang lembab dan teramat panas membuat tingkat ‘kekesalan’ orang semakin tinggi. Berapa lama? 3 mendekati 4 bulan.
Saat  sawah yang tertutup salju pun indah (dok pribadi)
Wanna More.?

Rabu, 02 Januari 2013

#NegeriOrangPart31: Terdampar

Kita hidup memang sebagai musafir, yang mendamparkan diri dari tempat ke tempat.

Tak heran sesungguhnya ketika saya terdampar (baca: tersesat). Saya bukanlah orang yang pandai menghafal jalan sekali lewat, butuh berkali-kali. Tapi terkadang itu tak masalah ketika saya terdampar di pusat kota dengan hiruk pikuk orang-orang dan perangkat kota.

Tapi baru kali ini saya terdampar di tempat yang sepi, di mana tak ada orang untuk tempat bertanya, setelah supir taksi itu menanyakan saya apakah benar tempatnya di sini.

Sekeliling saya salju, sebuah tempat yang dikelilingi pagar tinggi, dan beberapa rumah sepi. Walau suara klakson mobil terus berbunyi kendati ada sebuah jembatan layang tinggi di atas tempat tersebut.

Oke, ini saya di mana? Saya yang terbiasa dengan keramaian Seoul harus menyerah dengan keheningan salah satu sudut kota Daejeon. Saya telepon teman saya, saya katakan bahwa saya tersesat, tapi dia menyarankan untuk menunggu taksi lain lewat. Di tempat yang entah kenapa seperti ujung dunia itu--oke, jangan ingatkan saya akan cerita Mr. Quin, Agatha Christie--saya saja pesimis akan menemukan seseorang.

Tapi inilah enaknya hidup di negeri teknologi. Dengan kualitas sinyal mumpuni, walau di tempat yang entah di mana, saya akhirnya bisa merasakan manfaat yang cukup berarti dari smart phone yang saya beli. GPS menyala, dan saya kembali terkejut...

Kenapa saya bisa terdampar sejauh ini?!! 1 km mendekati 2km sepertinya. Sepertinya supir taksi tidak mendengar nomor rumah alamat yang saya minta, sehingga dia mengantarkan sampai ke ujung desa -_-...

Namun dengan suasana sekitar yang putih merata ditutupi salju, ditambah gemericik air yang sesekali, saya tahu bahwa tak ada salahnya saya tersesat. Walaupun terkadang saya harus mengeluh karena jalan bersalju yang membuat sepatu saya basah dan kedinginan, saya tahu hahwa saya harus bersyukur karena bisa menikmati salju yang setiap tahun hanya bisa saya lihat di film-film natal di televisi. Setelah melihat salju, saya sering merutukinya sebenarnya. Licin, dingin, membuat saya harus memakai baju tebal dan berat, pernah membuat saya terpeleset. Tapi memang manusia tak akan pernah bisa melawan alam. Merasa bisa, tapi tak akan pernah sanggup menghias alam hingga seindah ini.

Jauh, bawaan berat di tangan, dingin, lolongan anjing, mobil-mobil yang sese kali lewat dan pengemudinya memandang aneh kepada saya, atau tatapan heran orang yang sesekali melintas. Saya bisa saja meminta orang yang lewat di situ untuk mengantarkan saya ke tempat tujuan, tapi entah kenapa saya tidak mau. Biarlah, saya sedang ingin sendiri--tidak--berdua dengan alam.

Tabik.
2013-01-02

Wanna More.?